patah hati setelah sekian lamanya
Sebagai single father dan karyawan kantoran 9-to-5, prioritas Ushijima selama ini hanyalah Tsutomu seorang dan pekerjaannya.
Asmara dan hubungan romantis sudah lama tidak pernah menjadi fokus utamanya. Sejak Tsutomu masih kecil, seluruh waktunya dihabiskan untuk mengurus anaknya dan banting tulang untuk menghidupi anak semata wayangnya itu. Hubungan serius terakhir yang ia jalani adalah bersama almarhumah istrinya— yang sudah tidak ada karena sakit semenjak Tsutomu masih bayi.
Kedua orang tuanya selalu bersedia untuk dititipi Tsutomu berkali-kali, namun mereka juga kerap mendesak Ushijima untuk mencari pasangan baru, pengganti ibu Tsutomu. Namun, jawaban Ushijima selalu sama— Belum saatnya.
Dulu, tentunya karena ia belum bisa move on dari kesedihannya ditinggal ibu Tsutomu. However, as people say, time heals everything. Kini ia perlahan sudah bisa ikhlas dan menerima keadaan, namun tetap saja belum ada orang yang bisa ia izinkan sepenuhnya untuk memasuki ruang hatinya— yang saat ini hanya diisi oleh anaknya.
Tentu saja, terkadang ia kesepian. Tapi lebih dari itu, ia juga takut. Takut pasangannya kelak tidak baik kepada Tsutomu, atau hanya menggunakan anaknya untuk mendekati dirinya, atau hanya menginginkan kekayaannya, seperti yang pernah terjadi sebelum-sebelumnya.
Namun, semua itu berubah semenjak dibukanya sebuah bakery kecil baru di penghujung jalan.
Awalnya, Ushijima kesana karena penasaran setelah mendengar gosip tentang kelezatan cokelat-cokelat yang dijual disana. Benar saja, dark chocolate truffle buatan bakery itu berhasil menyihirnya untuk kembali lagi kesana. Namun, ia tidak menyangka akan tersihir juga oleh sang pemilik tokonya— seorang pria seumurannya dengan rambut eksentrik dan kepribadian yang jauh lebih eksentrik lagi.
Tendou Satori, pemilik bakery itu, seratus delapan puluh derajat berbeda dari dirinya. Di saat Ushijima pendiam dan tertutup, Tendou sangat bawel dan terbuka, ramah pada semua orang.
Dengan mudahnya ia menawarkan informasi tentang dirinya— bagaimana dulu ia juga seorang pekerja kantoran sama seperti Ushijima, tapi berhenti karena ternyata tidak menyukai dunia korporat. Ia juga bercerita baking adalah hobinya sejak kecil, sehingga setelah resign dari kantornya, ia nekat membuka bakery kecil-kecilan bermodal uang tabungannya.
Bagi Ushijima, kisah hidup seseorang adalah suatu hal yang bersifat sangat pribadi— maka dari itu ia tertegun saat Tendou dengan gamblangnya membagikan informasi itu.
Tapi anehnya, justru hal itu yang membuat Ushijima merasa nyaman dengan pria itu— perasaan yang sudah sangat lama tidak ia dapatkan. Perlahan, kunjungannya mulai semakin sering. Dari seminggu sekali, menjadi tiga kali seminggu, hingga hampir setiap hari ia datang ke bakery kecil itu— kadang hanya sesimpel untuk mendengarkan Tendou bicara tentang hal apa pun.
Tendou sampai bergurau memberikannya label ‘pelanggan kesayangan’ akibat frekuensi kedatangan Ushijima. Entah kenapa, panggilan itu selalu membuat hati Ushijima berdegup dengan kencang.
Disitulah Ushijima sadar— dia jatuh cinta. Pertama kalinya setelah sekian lama.
Karena itulah pada suatu sore saat pulang dari kantor, ia kembali mampir ke bakery itu lagi. Namun, kali ini ia datang dengan intensi yang berbeda. Kali ini, dia berniat untuk menyatakan perasaannya pada pria itu dan mengajaknya untuk makan malam bersama— sekalian mungkin mengenalkannya pada Tsutomu.
Ketika ia masuk ke dalam bakery itu, ia disambut oleh senyuman hangat yang menghantui mimpi-mimpinya selama ini. Tapi selagi ia berjalan mendekati kasir, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia segera meraih benda itu, lantas melihat nama anaknya di caller ID.
“Sebentar ya,” ujarnya pada Tendou.
“Santai aja,” sahut Tendou, masih mengenakan senyuman manisnya.
“Halo iya, ada apa?” ujar Ushijima begitu panggilan terhubung. Ushijima tidak pernah menyadarinya, tapi suaranya selalu berubah jauh lebih lembut setiap bicara pada anaknya. Begitu pula kali ini, membuat Tendou mengangkat alisnya mendengar perubahan itu.
Suara anaknya terdengar di telinganya. “Pa aku boleh nitip kertas folio nggak? Buat tugas besok dikumpulin…”
“Boleh, nanti dibeliin ya.”
“Yes! Oke, makasih papa.”
“Sama-sama. Kamu udah makan?”
“Ini baru mau makan…”
“Makan yang banyak ya. See you nanti malem.”
“Okee, sayang papa!“
“Sayang kamu juga,” sahut Ushijima, sebelum akhirnya menutup panggilannya.
Saat Ushijima menoleh ke Tendou lagi, ia masih tersenyum seperti biasa, namun ada yang janggal dalam suaranya saat ia bertanya, “Siapa tuh?”
“Oh sori tadi itu…” Ushijima mendadak terdiam. Lalu ia tersadar, dari semua percakapan mereka selama ini, belum pernah sekalipun ia mengatakan kalau ia sudah berkeluarga atau punya anak. Bukan karena ia ingin menyembunyikan fakta itu, melainkan karena ia seorang pribadi yang sangat tertutup dan takut ada orang menyalahgunakan informasi itu.
Namun imbasnya, kini ia bingung bagaimana menjelaskan hal itu pada Tendou. Bagaimana cara mengungkapkan pada orang yang kau sukai kalau ternyata kau punya anak? Pasti Tendou akan terkejut. Atau bahkan ia tidak ingin dekat dengan seorang duda— dan sudah, hubungan mereka akan kandas begitu saja. Sial, Ushijima menyesal tidak memikirkan hal ini matang-matang.
Benar saja, tiba-tiba ekspresi Tendou berubah menjadi dingin dan tertutup— sangat berbeda dari wajah jenaka yang Ushijima kenal selama ini.
“Oh… oh, oke,” ujar Tendou kemudian, menggaruk-garuk kepalanya dengan canggung. Kemudian ia tersenyum lagi, tapi senyumannya nampak dipaksakan. “Ada yang bisa dibantu?”
Ushijima masih terkejut akibat perubahan pria dihadapannya itu. “Ah, tidak…”
Tendou memicingkan matanya, “Ada yang ingin kamu beli?”
“Enggak,” ujar Ushijima akhirnya. Ia menghela nafas, mencoba menenangkan kekalutan dalam dirinya. “Saya kesini sebenernya mau ketemu kamu…”
Mata Tendou membesar kaget—Ushijima selalu sangat menyukai mata bulatnya yang sangat ekspresif itu—sebelum berubah menjadi dingin. “Maaf, aku gak bisa.”
Ushijima tertegun. “Maaf?”
“Kalo itu tujuan kamu kesini selama ini, maaf aku gak bisa nemuin kamu lagi. Aku bukan… aku gak mau ngerusak…” ujar Tendou, mendadak kehilangan kata-kata. “Kayaknya baiknya kamu gausah dateng kesini lagi deh.”
“Hah… kenapa?” Ushijima bertanya, mendadak dadanya terasa sangat sakit dan kepanikan mengisi hatinya.
“Ya aku gak bisa kalo kayak gini,” ujar Tendou, matanya sedari tadi tidak menatap Ushijima. “Mendingan sekarang kamu pulang ke keluarga kamu.”
Pada hari itu lah, Ushijima Wakatoshi, merasakan patah hati lagi, setelah sekian lamanya.